January 27, 2009

Taman Nasional Kelimutu

Paket penuh warna dari Ende - Flores

‘kelimutu sai nala mulu

tiwu telu so’o jole jeku

tiwu telu dedu

polo, bupu, nuwa muri jemu’



Sebait folksong suku Lio ini mengisahkan tentang kekaguman masyarakat lokal akan pesona ‘danau tiga warna’ yang terletak di puncak Gunung Kelimutu (1.650 mdpl), yang adalah sebuah gunung berapi berstatus aktif di salah satu sudut desa Moni, Ende – Flores, Nusa Tenggara Timur. Tiga danau yang juga kemudian menjadi logo resmi Kabupaten Ende ini terbagi atas Tiwu Ata Polo, Tiwu Ata Mbupu dan Tiwu Nuwa Muri Ko’o Fai dengan keunikan warna air danau yang berubah-ubah, pemandangan alam pegunungan yang memukau dan sebuah legenda yang tersimpan di dalam kepercayaan masyarakat suku Lio menjadi paket yang berharga untuk dimiliki.


How to get the package?

Saya memulai perjalanan menuju Kelimutu dari kota Ende, salah satu kota kecil di Pulau Bunga (Flores) yang pernah menjadi penjara bagi Sang Putera Fajar (1934-1938). Saya lahir dan dibesarkan di kota kecil ini, tidak sulit bagi saya untuk beradaptasi dengan panas dan terpencilnya Ende tanpa harus merasa bagai elang yang telah dipatahkan sayapnya.

Ende bisa dengan mudah diakses melalui jalur udara dan laut. Sejumlah penerbangan melayani rute menuju kota ini dari Denpasar, Surabaya, Jakarta dan Kupang. Kapal-kapal penumpang siap mengantar dari Bali, Surabaya dan Semarang. Dari Ende, jalanan berliku, menanjak dan sempit masih harus dilalui untuk bisa tiba di Moni; gerbang menuju Danau Kelimutu. Saya sering berhenti sebentar ketika pemandangan tebing dan jurang dihiasi air terjun dan sawah terasering penduduk setempat menggoda hati untuk segera mengabadikannya.

Beberapa homestay dengan tarif murah menghiasi sisi-sisi jalan Desa Moni yang terletak di kaki Gunung Kelimutu. Sebuah warung menawarkan sesuatu yang tidak bisa saya tolak, arabica panas tanpa gula yang sangat cocok untuk dinikmati di tempat berhawa dingin seperti Moni yang mirip Dataran Tinggi Dieng di Jawa Tengah. Diseberang jalan, beberapa pemuda lokal asyik dalam permainan nine ball, sementara yang lainnya mengantri karena satu-satunya meja sedang dipakai atau sekedar menanti wisatawan yang berminat menggunakan jasa antar-jemput dengan roda duanya. Sebagian besar dari mereka mencari tambahan uang dengan menjadi guide dan ojeg yang siap mengantar anda hingga ke puncak Gunung Kelimutu atau lokasi sekitar. Terkadang juga mereka menyewakan sepeda motornya dengan harga yang bisa dinego. Cangkir menyisakan ampas yang hampir seperempatnya, sementara 13 kilometer melewati hutan cemara dan tumbuhan pakis masih harus ditanjaki agar dapat menikmati paket yang menanti untuk dicicipi.


Enter the Gate

Setelah membayar pass fee saya tiba di sebuah gerbang batu yang dalam bahasa setempat disebut Perekonde yang menjadi istana bagi Konde Ratu, sang penguasa Kelimutu yang menentukan danau yang pantas bagi orang Lio ketika mereka meninggal. Sirih, pinang, rokok, telur ayam kampung dan sejumlah uang dipersembahkan dalam sebuah ritual untuk menghormati Konde Ratu dan memohon agar arwah sanak keluarga yang mendahului untuk selalu dilindunginya dan juga agar para leluhur memberkati kehidupan mereka dengan menjauhkan bala dan memberikan panen yang berlimpah.

Masyarakat Lio percaya bahwa Tiwu Telu atau Danau Tiga Warna adalah tempat peristirahatan terakhir bagi arwah, dan Konde Ratu bertugas menempatkan arwah-arwah ke dalam danau yang tepat, sesuai dengan amal perbuatan semasa hidup. Tiwu Ata Polo adalah milik arwah yang semasa hidup melakukan kejahatan, termasuk didalamnya tukang tenung, Tiwu Ata Mbupu adalah persemayaman bagi orang bijaksana (tetua) dan Tiwu Nuwa Muri Ko’o Fai adalah persemayaman bagi para remaja. Kepercayaan ini masih dipegang teguh oleh masyarakat Lio dan kesakralan Gunung dan Danau Kelimutu masih dijaga hingga saat ini.

Angin dingin pegunungan berhembus lembut, hawa mistis menyelimuti pemandangan Perekonde membuat saya tidak ingin berlama-lama di tempat itu. Saya kembali melanjukan perjalanan menuju puncak tanpa lupa berdoa memohon alam untuk berbaik hati dengan tidak menurunkan kabut tebal di puncak sana.


Trinity in a box

Alam mendengar doa, langit biru cerah menyambut saat sampai di puncak Gunung Kelimutu. Tiga danau dalam satu lokasi yang terbentuk oleh aktifitas vulkanik Gunung Kelimutu dengan kejaiban yang melegenda di depan mata, sebagaimana disebutkan di cover paket yang ditujukan untuk semua orang. Seorang pengunjung tak henti mengucap wunderbar, sementara yang lainya sibuk mencari spot terbaik, mengkomposisi melalui viewfinder untuk kemudian menekan shutter. Beberapa pasang muda mudi bersenda gurau di sekitar lereng yang ditumbuhi Uta Onga (begonia kelimutuesis) dan Turuwara (rhododendron reschianum) tanpa menghiraukan peringatan zona berbahaya yang ada di depan mata. Sementara yang lain berusaha membuat foto bukti kunjungan wisatanya untuk bisa dipajang di album pribadi, blog, friendster dan mungkin juga facebook.

Saya mulai menjelajahi area Kelimutu dan tanpa sadar saya mengabaikan peringatan yang sama. Udara dingin bercampur aroma belerang yang kental mengingatkan saya untuk kembali ke rute yang disediakan. Warna Biru muda cerah di Tiwu Nuwa Muri Ko’o Fai segera menggerakan jemari untuk memotret sambil memutar-mutar circular polarizer. Disebelahnya, Tiwu Ata Polo yang berwarna hijau tua tak terlewatkan oleh kamera. Menurut catatan Balai Taman Nasional Kelimutu, konon celah antara Tiwu Ata Polo dan Tiwu Nuwa Muri Ko’o Fai masih bisa dilalui pengunjung untuk bisa menikmati keindahannya lebih dekat. Namun gempa bumi yang terjadi pada tahun 1992 silam, mengakibatan luas setapak menjadi mustahil untuk dilalui lagi. Bagi masyarakat Lio, fenomena ini dibaca secara lain. Beberapa tetua menegaskan ini pertanda bahwa anak muda jaman sekarang (Nuwa Muri berarti remaja) makin ‘akrab’ dengan kejahatan (Ata Polo bermakna orang jahat).

Di sudut lainnya Tiwu Ata Mbupu menunggu untuk dinikmati dengan mendaki sekitar 800 meter sambil menapaki sejumlah anak tangga. Baru setengah jalan, saya sudah disuguhi pemandangan indah dua danau sebelumnya lengkap dengan panorama alam yang menakjubkan. Saya buru-buru agar bisa sampai pada puncak dimana sebuah tugu dibangun sebagai monumen akan keajaiban alam Kelimutu. Dari sana pemandangan yang disajikan lebih memukau dari yang saya bayangkan. Tiwu Ata Mbupu yang berwarna hijau kehitaman dikelilingi cemara gunung yang subur menyempurnakan pemandangan yang ada.


Reflection on Kelimutu

Saya duduk di sebuah batang pohon cemara yang telah mati, melempar jauh pandangan ke arah pedesaan yang ada di lembah antara Gunung Kelimutu dan Gunung Kelibara. Sebuah BTS milik sebuah organisasi pelayanan telekomunikasi berdiri gagah di puncak sebuah bukit diantara ladang yang menghijau. Paket kebanggan milik masyarakat Ende-Lio telah dinikmati. Di satu sisi saya merasa bangga sebagai sorang yang bisa memilikinya. Namun di sisi yang lain saya merasa ada yang kurang dari semua yang telah saya nikmati. Pengelolaan Kelimutu belum maksimal adalah hal kecil yang mengganjal.

Kelimutu adalah potensi besar bagi masyarakat Ende-Lio, semua akan setuju tentang hal ini termasuk Pemerintah Daerah Ende sendiri. Dalam kacamata ekonomi dan merujuk Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, Kelimutu bisa memberikan sumbangan bagi Pendapatan Asli Daerah dengan jumlah yang tidak sedikit. Hal ini tentu saja jika maksimalisai pengelolaan Taman Nasional Kelimutu diperhatikan dengan seksama. Infrastruktur yang menunjang adalah hal yang pertama untuk diperhatikan. Sarana penginapan, transportasi, komunikasi dan informasi hingga penanganan sampah masih merupakan pekerjaan rumah Pemerintah Daerah untuk segera diselesaikan.

Sambil menghela nafas panjang, saya berdiri dan melangkah menaiki anak tangga tugu Kelimutu. Hamparan gunung dan bukit membentang dan Tiwu Telu menyisahkan satu hal lain dari keseluruhan paket. Ibarat kisah Kotak Pandora yang menyisahkan hope, Kelimutu menyisahkan takjub akan karya Sang Pencipta yang spektakuler ini dan sebuah harapan untuk menikmatinya lagi. Sayapun terlarut akan pesonanya yang mengagumkan tanpa menyadari kabut yang mulai memainkan perannya, membungkus paket istimewa ini untuk dibuka dilain waktu.


‘eja, mai si kita walo. Wesia wola’ (sobat, mari pulang. Lain kali kita kembali) ajak seorang pengunjung dengan senyum ramah.

Dan saya pulang.


Karolus Naga


January 2009



Tips:

Untuk informasi lebih lengkap tentang Kelimutu bisa diakses pada web resmi milik Balai Taman Nasional Kelimutu: www.tnkelimutu.com. Kantor pusatnya terletak di Jl. El Tari, Nomor 16 – Ende. Telpon: +6238123405.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan juga:

A. Akomodasi dan Transportasi

  1. Kelimutu bisa diakses baik via Ende ataupun Maumere. Periksalah jasa penerbangan yang melayani rute langsung dari Denpasar dan Surabaya baik ke Ende maupun Maumere.
  2. Ada beberapa penginapan dan jasa tour and travel berlokasi di Moni yang memiliki website. Pada low season tarif yang ditawarkan sangat terjangkau.
  3. Di Ende terdapat 3 bank nasional, BNI, BRI dan Danamon. Tiga bank ini menediakan jasa ATM namun hanya berlokasi di kantor cabangnya di Ende.
  4. Jika menyewa sepeda motor, sebaiknya dilakukan pemeriksaan terhadap kondisi motor yang ditawarkan. Medan berliku dan licin membutuhkan performa kendaraan yang maksimal baik dalam kenyamanan dan keamanan selama bekendara. Pastikan anda membawa sarung tangan.

B. Komunikasi

  1. Service provider yang menjangkau daerah Kelimutu masih sebatas milik Telkomsel. Jangan lupa menginformasikan sanak keluarga ataupun kerabat perkara pergantian nomer, sehingga anda masih bisa tetap berhubungan.
  2. Beberapa warnet tersedia di Ende bagi yang ingin tetap memeriksa e-mail dengan kecepatan yang memuaskan dan tarif yang terjangkau.

C. Persiapan Alat dan Raga

  1. Moni merupakan daerah dengan suhu rendah sekitar 20-25* celcius. Pastikan anda membawa jaket dan rain coat ketika menikmati pesona Kelimutu.
  2. Sepatu akan sangat membantu menghangatkan jemari kaki dan sepatu khusus tracking memberi anda pengamanan ekstra dari licinya medan di Gunung Kelimutu.
  3. Laluilah jalur yang disediakan demi keselamatan anda dan patuhilah aturan-aturan yang ada.

D. Lokasi Alternatif

  1. Di Moni terdapat dua buah air terjun yang hanya bisa dicapai dengan tracking. Mintalah pada pihak penginapan atau tour untuk membawa anda kesana.
  2. Beberapa kampung tradisional yang berada di sekitar Moni masih dipertahankan oleh masyarakatnya sebagai objek wisata yang sayang untuk dilewatkan. Anda bisa langsung melihat arsitektur dan ritme kehidupan masyarakat lokal. Akan lebih menyenangkan jika anda menginap di salah satu rumah penduduk disana.
  3. Sebuah pasar harian terletak tepat di tengah Moni. Keramaian, keunikan dan transaksi ekonomi menjadi hal lain yang bisa diabadikan melalui kamera.


Sedikit catatan:

Musim kemarau adalah saat yang paling tepat untuk berpetualang ke Kelimutu ujar seorang sahabat. Banyak pengunjung yang kecewa sebab setelah sampai di puncak, kabut tebal menyelimuti tiga kawah Gunung Kelimutu. Beberapa pemuda lokal sempat menyarankan waktu terbaik untuk menikmati keajaiban Kelimutu adalah saat fajar menyingsing (sunrise). Karena saat itu pergantian warna langit dan kabut yang malu-malu menyingkir dari ketiga kawah menyajikan pemandangan yang spektakuler. Saya mencobanya namun apa lacur, hawa dingin Moni lebih nyaman dinikmati dibalik selimut wool kamar penginapan. Apalagi saat bangun tidur, segelas kopi panas menanti di meja lengkap dengan goreng pisang dan singkong rebus.

Namun sayang, keindahan dan kesucian Kelimutu dirusak oleh penikmatnya sendiri. Aturan-aturan yang diwariskan sejak dahulu kala dilanggar oleh wisatawan. Sayangnya dalam pengamatan saya, pengunjung lokal sendirilah yang menyumbang banyak sampah bagi Kelimutu. Fandalisme dan kebiasaan membuang sampah tidak pada tempatnya menjadi masalah utama yang entah mengapa susah sekali untuk dihilangkan dari masyarakat negeri ini.

Bagi yang ingin membawa oleh-oleh souvenir berupa tenunan lokal, bisa menemukannya di area parkir Taman Nasional Kelimutu dengan harga berkisar 50.000 hingga 300.000 rupiah. Harga sangat tergantung ukuran, tingkat kesulitan disain dan bahan yang digunakan. Di Ende sendiri tenunan tersebut dijual di wilayah pertokoan sekitar area Pelabuhan Ende dan di sejumlah art shop yang ada di jalan Soekarno dan Ahmad Yani (depan bandara).


No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.