September 26, 2006

Spiral Kebisuan

Teori ini dikembangkan oleh Elisabeth Noelle-Neumann (1974), yang bertitik tolak dari asumsi dasar bahwa orang-orang umumnya secara alamiah memiliki rasa takut terkucil. Dan dalam pengungkapan opini mereka berusaha menyatu dan mengikuti opini mayoritas atau “konsensus”. Istilah umum “spiral kebisuan” diberikan oleh Noelle-Neumann dengan terminologi “die Schweigespirale”.
Menurut Noelle-Neumann, sumber informasi yang utama tentang konsensus adalah media dan, dan para wartawan dianggap memiliki pengaruh yang cukup besar untuk menetapkan apa yang dipandang sebagai “iklim opini” yang berlaku pada saat tertentu dalam issue tertentu atau lebih luas. Dengan kata lain semakin tersebar versi konsensus opini yang dominan oleh media massa dalam masyarakat, semakin lenyap pula suara perorangan yang bertentangan, yang karenanya meningkatkan dampak media.
Dalam pandangan Noelle-Neumann, media massa menimbulkan efek yang kuat dalam membentuk persepsi khalayak, dan akhirnya bahkan menimbulkan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang baru. Menurutnya, adanya pemberitaan atau penyiaran yang seragam akan menyebabkan orang menduga bahwa itu merupakan opini mayoritas. Ketika semua surat kabar dan televisi menunjukan ketidaksetujuan terhadap kenaikan harga BBM, khalayak menduga bahwa itulah opini mayoritas bangsa Indonesia. Bagi yang berpendapat berbeda, mereka akan diam. Karena diam suara mayoritas akan semakin diperkuat.
Noelle-Neumann juga menjelaskan tiga faktor penting dalam media massa yang berperan penting dalam pembatasan persepsi khalayak yang selektif. Ketiga faktor tersbut adalah:
• Ubiquity, artinya serba ada. Media massa dianggap mampu mendominasi lingkungan informasi dan berada di mana-mana. Oleh sifatnya yang serba ada, maka khalayak sangat sulit untuk menghindari pesan media massa.
• Cummulation atau kumulasi. Artinya pesan-pesan media massa bersifat kumulatif. Berbagai pesan-pesan yang sepotong-potong tergabung menjadi satu kesatuan pesan lewat waktu tertentu. Perulangan pesan yang berkali-kali dapat memperkokoh dampak media.
• Consonance atau kesesuaian. Artinya keseragaman penyajian pesan oleh para wartawan sehingga dapat dilihat bahwa siaran berita cenderung sama pada berbagai media. Hal ini pada akhirnya membuat khalayak tidak memiliki alternatif yang lain, sehingga mereka membentuk persepsinya berdasarkan informasi yang diterimanya dari media massa.

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.