August 21, 2008

Dunia 15 menit

Sejak pertama kali mengontrak rumah di kampung Puren, saya selalu tertarik dengan suasana kampungnya yang nyaman, asri dan juga ramah. Kesan itu bahkan seakan-akan membuat saya untuk terus tinggal di Puren, enggan untuk pisah. Kapan lagi bisa punya lingkungan kayak gini, seperti di AldoNova suasananya. Oh ya, AldoNova adalah nama kampung saya di Ende, Flores. setidaknya saya menemukan kemiripan suasana antara Puren dan Aldonova, yep sama2 bikin betah.

Wisma Mawar tempat dimana saya dana beberapa teman seperti Oscar P Siagiaan, Venansius Gunandhi, Beppo Bramono, Lucas Aditya, Daniel Novy Hertanto, Irwan Khresna, Ranggabumi Yudoyono, Nicholas Utomo dan James Rancid adalah sebuah rumah kontrakan yang terletak di jalan tantular nomor 101 Puren. Disekitar Wisma Mawar ada Jogja Chicken, warung makan siap saji ala kolonel sanders namun yang ini pemiliknya Pak Kadi, beliau merangkap ketua Rukun Warga. Diseberangnya ada Wartel dan Laundry Natalia milik PakDe Doel, "bapak" yang paling ngayomi, beliau lawan tanding catur yang paling susah dikalahkan...didepan Wartel Natalia ada "kantin Mawar"... aslinya sih Panghegar Cafe, sebuah warung bubur kacang hijau atau yang lebih dikenal Burjo.. Pemiliknya ada tiga orang, Amin, kang Sidik dan Si Botak begitu kami memanggil Pak Hiding. Kantin Mawar ini berdiri sejak tiga tahun lalu, sama dengan masa kontrakan Wisma Mawar ... (geee I just realize now that it has been three for three wonderful years) tepat didepan Jogja Chicken ada sebuah sekolahan... namanya Sekolah Dasar Puren.

sekolahan tersebut lumayan luas, kira-kira 70 kali 60 luasnya... ada sebuah lapangan di tengahnya untuk upacara apel bendera atau kegiatan lainnya seperti pramuka dan atau olahraga. karena ditempat itu ada sepasang ring basket ukuran anak2 dan sebuah marka yang menunjukan kalau lapangan itu difungsikan juga sebagai lapangan volly..
Anak2 SD Puren kebanyakan bertempat tinggal di sekitar kampung Puren, ada juga beberapa yang tinggalnya di Condong Catur yang sekitar 2 km dari Puren. satu hal yang selalu bikin saya tertarik dari sekolah ini adalah kenyataan bahwa sekolahan tersebut tidak memiliki kantin layaknya sekolahan lainnya yang dimilikinya hanyalah sebuah ruang kosong bertuliskan "KANTIN" yang berisi bangku dan meja rusak, papn tulis yang mulai dikeroyok rayap dan beberapa buku buku yang sudah tidak kelihatan lagi tulisannya... Jadi pada saat jam istirahat, para murid SD Puren akan berhamburan keluar gerbang .. karena disana sudah ada para penjaja makanan dan minuman ringan... sebut saja mi kocok, tempura, roti bakar aneka rasa, aneka mainan seperti robot2an atau boneka, aneka gambar tempel hingga tatto temporer (ini yg paling menghawatirkan), aneka jus buah dan minuman bersoda bahkan hingga warung makan di seberang jalan milik bu Nur dan mbak Wati atau Kantin Mawar...
banyak alternatif yang bisa mereka pilih, untuk mengisi 15 menit waktu istirahat sekolah. Biasanya berlangsung pada pukul 08:45 am ingga 09:00 am.
Sebagai seorang yang memiliki hobi motret, Saya tertarik untuk mengabadikan 15 menit "jam istirahat" mereka. Letak SD Puren yang tidak jauh dari Wisma Mawar malah bikin sempurna, saya teringat "sabda" seorang guru (teacher : English atau slang englishnya: ticer ^:)^ ) bahwa "all things are jepreatable" dan karena "sabda" inilah saya berpikir, ngapain juga hunting jauh2 ke Pasar Ngasem, Kalasan, Bantul atau Bandung kalau ternyata bisa belajar motret di dekat kita. Dan hal lain lagi karena kedekatan lokasi inilah saya akhirnya jadi sering bertemu dengan anak2 SD Puren ketika hendak ke kampus atau sekedar nongkrong di Kantin Mawar atau bercanda tawa dengan para ParkMan di Jogja Chiken seperti Ambon, Dono, Prmin, Pak Yadi atau Kipli... kalau makin akrab dengan anak2 ini bukannya nanti lebih gampang untuk melakukan "aproaching" saat hendak menjepret ekspresi mereka dengan lensa 50 mili atau 19-35 mili yang butuh jarak dekat agar lebih sempurna... well its a challenge. layaknya seorang yang baru belajar jurnalistik saya coba menerapkan beberapa pakem2 yang ada dan hasilnya pun masih jauh dari bagus... even just for "passer by images" mine are worst... nothing special... saya mulai menyusun beberapa urutan daftar apa saja yanga akan saya lakukan selama 15 menit tersebut, apa saja yang saya foto, bagaimana komposisinya, apa filmnya, kapan developnya dan bagaimana nanti setelah foto2 ini selesai... i wish i could make my own exhibition at the school, maybe working together withs the school staff or even nyari sponsor...hahaha tapi kayaknya hal itu masih jauh. mengingat foto asal2an saya ini bakal gagal kurasi nantinya, mengingat aliran saya yang "waton njepretism" dan tidak ada yang bagus secara teknis maupun estetisnya...ok lets get back to "break time"...bebrapa hal yang saya catat dan saya anggap penting untuk ditelusuri dan harus termuat di foto2 saya nantinya adalah: overview,interaksi, portrait, detail dan special moment. saya mulai menyusun apa saja nanti yanga akan saya potret.. sebab walaupun harga Lucky SHD 100 masih lumayan murah namun bukan jadi alasan untuk memboroskannya. sukur2 kalau dikasih ijin make digitalnya si Lucas Aditya, Oscar Siagiaan atau minjem ke Anna Novia ... jadinya kan bisa lebih hemat. but terkadang kamera digital mereka selalu sibuk hehehehe ... off record: sekarang dah punya range finder.. kayaknya SLR mulai ditinggalkan.. kan dah upgrade ke "level yang lebih tinggi" (dari SLR ke RF kekekeke.. seandainya punya horizon kompak atau perfect bakal lebih bahagia.. kan tahtanya lebih tinggi.... LOMO gitu loh..:-") setelah saya amati.. ternyata banyak cerita dalam 15 menit jam istirahat pertama mereka. 15 menit penuh cerita... 15 menit penuh canda dan tawa... 15 menit dunia mereka.
dalam 15 menit ini mereka menciptakan dunianya sendiri. dunia yang penuh dengan keceriaan... dan tentu saja canda tawa serta senyum manis menghiasi wajah mereka selalu. 15 menit yang dimanfaatkan untuk menikmati aneka jajanan berbekal uang saku yang dititipkan orang tua. Brapa sih standar uang saku bagi anak SD jaman sekarang?? seingat saya ketika masih sd dulu uang saku tiap hari adalah limapuluh rupiah.. itu sudah lumayan mewah. dari limapuluh rupiah tersebut saya sudah bisa menikmati sebungkus nasi kuning, es mambo.. tapi tidak setiap hari saya diberi uang jajan, maklum bapak saya hanya seorang petani yang bergantung pada musim hujan dan subsidi pupuk...disamping itu jarak rumah dan sekolah yang tidak begitu jauh membuat saya lebih suka menghabiskan waktu istirahat untuk membaca babarapa buku "dongeng" atau bikin pe-er di kelas, toh itung2 bentar lagi bisa pulang rumah kalau dah berbunyi lonceng panjang...kembali ke Puren, sd puren ... selain menikmati makanan dan minuman yang dijajakan di area depan sekolah.. 15 menit ini mereka isi juga dengan permainan yang sudah diwariskan sejak dulu kala.. yah sebut saja main lompat tali, perang nama atau main bola sepak. banyak lagi permainan yang bisa dimainkan, terkadang permainan ini dirasakan makin ilang ditelan waktu dan diganti tamagochy, psp atau game watch yang lebih menekankan sisi "personal" ketimbang "komunal" ... but for most of puren pupils, they always play a game together... kebanyakan dari mereka adalah anak kampung yang tidak mampu beli mainan macam psp, sega, nintendo, gamewatch atau xbox. toh dengan permainan macam "ular naga" dibutuhkan kerjasam dan melatih jiwa leadership serta menjaga kekompakan.. beberapa waktu lalu saya mendokumentasikan kegiatan yang disponsori oleh UNICEF dan Rumah pelangi di dusun Kunden, sitimulyo. disana saya menemukan bahwa dalam permainan memindahkan air dari bambu yang satu ke bambu yang lain tidak hanya membutuhkan kerjasama tim namun kepercayaan terhadap anggota tim merupakan sebuah hal yang harus dilaksanakan agar bisa sukses. hal seperti ini kayaknya susah ditemui dalam permainan yang ditawarkan lewat PSP (portable play station) misalnya... mau percaya siapa coba, wong mainnya cuman sendiri. dimana letak nilai kebersamaan dan kekeluargaan kalau gini, apalah artinya pancasila jika emang individualitas ditanamkan sejak sd...??well sebagaimana disinggung di muka, uang jajan yang diberikan oleh orang tua yang saya sendiri tidak pasti jumlah (standarnya) untuk anak masa kini pun beraneka ragam. ada yang diberi seribu rupiah, ada yang tiga ribu bahkan ada yang sepuluh ribu, seperti si Bayu. katanya sih untuk sekalian sarapan di warung mbak wati yang terletak hanya 10 meter dari sekolah. warung nasi yang memang buka sejak pukul 8:30 ini punya target pasar utama adalah para mahasiswa atau anak kos. yang entah mengapa merasa memiliki hak istimewa dari status "ke-MAHA-annya"... hak untuk berteriak dan meneriakan "suara rakyat" bahkan heroik dan gagah perkasa... patriotism dan nasionalis serta garda demokrasi sejati ... namun sayangnya sosialisasi dengan lingkungan sekitar tempat ia tinggal minim sekali. ngapain kenalan sama orang kampung sekitar, toh strata pendidikan nya aja udah beda, mana pasti ga nyambung kalau ngomong... masya allah... pembela rakyat macam apa ini. anak kos yang "merantau" jauh dari tanah kelahiran seperti memiliki kebebasan baru di dunia kos2an. minimnya pengawasan dan kontrol sosial memperparah kondisi ini. jangan heran kalau salah sstu dosen Sunan Kalijaga pernah membuktikan sebuah fakta yang menggemparkan dari penelitiannya, hampir 90 % mahasiswi di kampusnya sudah tidak perawan lagi... ya ampun ternyata dibalik kesahajaan jilbab dan gaun yang anggun tersimpan sosok yang kontradiktif.. belum lagi banyak mahasiswa yang waktunya tidak dihabiskan di ruang perpustakaan atau ruang diskusi dan ruang publik lainnya, namun dihabiskan di meja judi, ruang 3 kali 4 di sarkem, atau ruang dansa di kelab malam. sex bebas, bahkan sampai menjadi bandar narkoba selalu mewarnai pemberitaan tentang muka mahasisiwa masa kini.... mau jadi apa bangsa ini kalau tulang punggungnya saja bermasalah dan kehilangan "sum-sum"-nya ....
para orangtua yang entah mengapa makin sibuk kadang lupa kalau jajanan dan bekal yang bisa didapatkan di sekitar sekolah telah menggantikan sesuatu yang lebih berarti dari sekedar penjelasan KBBI mengenai kata "sarapan" yang sebagai kata benda semata. nilai kebersamaan, kehangatan, perhatian, berbagi dan "rumah" dalam ritual sarapan tidak bisa tergantikan lewat jajanan bersama teman di sekolah. jangan salahkan jika si anak lebih suka hang out dengan teman ketimbang menghabiskan waktu di rumah yang entah mengapa terasa makin dingin dan sepi. syukur saja jika teman yang dijadikan "konco" adalah teman yang positif, bagaimana kalau "peer groupnya" adalah teman-teman seperti rata2 anak wisma mawar yang dari foto 3 kali 4 nya saja sudah termuat pengertian kata sifat "destruktif" .... lebih repot lagi kalau ternyata tokoh2 idola mereka (role model) dipahami hanya dari kata "metal" dengan salam tiga jarinya atau kata "rock n roll" dengan semangat pemberontakan yang hanya dipahami melalui falsafah "mabuk, sex, musik dan mati" semata...

15 menit dunia puren ... adalah 15 menit yang tidak hanya bermakna bagi anak2 sd puren saja, 15 menit tersebut memiliki arti penting bagi para penyedia jajanan. Sebut saja mas Sello dan istrinya yang menyediakan roti bakar bandung aneka rasa dan mie rebus/goreng dengan porsi setengah.. sehari-harinya mereka bisa menghabiskan lebih dari 20 bungkus mi dan 10 bungkus roti tawar. 15 menit ini telah menunjang perekonomian mereka yang sebagaimana seperti kebanyakan masyarakat indonesia yang semakin hari semakin terjebak dalam persoalan ekonomi yang tidak pernah selesai... berbagai kebijakan-kebijakan perekonomian dan politik yang diambil oleh pemerintah tidak lagi membebaskan masyarakat dari persoalan malahan menambah jumlah persoalan.. belum lagi selesai mengurusi masalah ini eh malah elit-elit politik yang katanya "representasi dari rakytat" malah beralih fokus ke soal "pemilu 2009 nanti" ... kalau mau ditelusuri lebih lanjut lagi.. brapa banyak sih kebijakan yang benar2 mengakomodasi suara rakyat (benar-benar rakyat, bukan rakyat minoritas, mayoritas apalagi rakyat dalam tataran fraksi-fraksi) ... minim sekali. sayangnya inilah gambaran buruk demokrasi.. saya lebih suka menyebutnya sebagai "noda demokrasi"... suara rakyat adalah saura tuhan, sayangnya rakyat yang lebih keras suaranya lah yang didengar.. buat yang suaranya lemah lembut atau yang cuman berbisik jangan harap untuk didengar. mending ikut yang suaranya keras, sebagaimana dipaparkan oleh Elisabeth Noellle-Neumann dalam teorinya yang paling berpengaruh dalam studi psikologi komunikasi .. die sweigespiralle, spiral kebisuan. lebih parah lagi kalau ternyata yang suara yang lantang bak paduan suara dengan ribuan bahkan jutaan orang ternyata dikontrol oleh sekelompok kecil orang .. uggh jadi ingat stratifikasi arus informasi dan kuasa dalam teori arus informasi dan mediasi.

ah .. 15 menit dunia puren adalah 15 menit penuh diskusi.. 15 menit yang memiliki latar belakang cerita yang tidak hanya tersirat dalam gambar-gambar wajah ceria anak2 sd puren ... 15 menit yang saya sampaikan disini bukan hanya sebatas itu. 15 menit yang penuh ambiguitas... keceriaan yang hanya sebentar walau terjadinya antara hari senin hingga sabtu. 15 menit yang saya gambarkan bukanlah semata 15 menit saat anak2 sd puren ini menikmati pelarian dalam dunia semetaranya semata, bukan pula soal laba dari penjualan tempura dan es teh semata, bukan pula sekedar main sepak bola dan jadi bintang lapangan namun lebih dari itu ... 15 menit tentang indonesia.

kayaknya sih ... :P

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.